Ilustrasi. |
Keberadaan YouTube memberi ruang bagi para kreator seni dalam mempublikasikan karyanya dan memperoleh pendapatan. Seperti pada kreator musik, karya-karya lagu yang mereka lahirkan berpeluang untuk sampai pada masyarakat luas. Tidak tertutup kemungkinan, popularitas juga dapat diraih.
Kesempatan ini membuat gairah para pegiat musik jadi terpancing. Berbagai macam kreativitas bermunculan di konten channel YouTube mereka. Mulai dari karaoke, rilis karya lagu sendiri, live music, covering lagu, dan lainnya.
Disinyalir, covering lagu bisa saja jadi jalan pintas bagi mereka untuk instant dalam melahirkan karya agar konten mereka selalu update. Lagu-lagu yang tengah popular pun menjadi sasaran empuk, karena sedang viral dan tinggi rating pencariannya di google, sehingga konten mereka berpeluang untuk memperoleh view yang banyak.
Bagi penyanyi pemula, covering lagu adalah gol bunuh diri dalam upaya melahirkan karakternya pada publik. Kreativitas ini cenderung hanya untuk semakin menguatkan karakter pemilik lagu yang dicover, dan semakin mempopularkan karya lagu orang tersebut.
Bisa saja ada sanggahan pada pernyataan ini, karena pada faktanya ada beberapa penyanyi cover yang menjadi ternama berkat diperolehnya view yang banyak di channel YouTube-nya. Akan tetapi, adakah jaminannya view yang banyak tersebut akan memperoleh popularitas di tengah masyarakat? Dan apakah ada lagu yang dinyanyikannya tersebut kita dengar diputar orang pada dunia nyata? Dan jika kita tanya pada orang ramai secara random akan kenal dengan nama penyanyi tersebut?
Covering lagu bukanlah hal baru dalam dunia musik. Pada era 80-an dan era 90-an covering lagu juga diproduksi dalam bentuk pita kaset dan dipasarkan. Tak ada beda dengan lagu dari penyanyi aslinya. Hanya pada sampul kasetnya akan kita temui tulisan ‘Cover Version’. Harganya bisa separuh dibanding harga dari versi penyanyi aslinya. Dengan tujuan, agar lagu terkenal tersebut juga bisa dinikmati oleh masyarakat berekonomi rendah, meskipun bukan dari versi penyanyi aslinya. Mengingat, pada masa itu teknologi informasi dan komunikasi belum semaju saat ini.
Pada era tersebut juga ada penyanyi terkenal yang mengover lagu, yang saat itu disebut dengan istilah lagu recycle, yang secara normatifnya adalah lagu aransemen ulang. Akan tetapi lagu yang mereka produksi ulang itu adalah lagu lawas, yang sudah dirilis puluhan tahun lalu. Bisa jadi tujuannya untuk tribut dan untuk mengingatkan kembali lagu tersebut pada generasi baru.
Covering lagu bukanlah sebuah kreativitas seni yang salah. Namun kembali pada tujuannya. Jika cover lagu hanya untuk sebatas hiburan semata, sempana melatih vokal, dan melatih kepercayaan diri, itu adalah tujuan yang positif. Jika cover lagu bertujuan untuk komersil, demi menghasilkan pendapatan dari google adsense, yang jadi pertanyaannya, apakah kita sudah memperoleh izin dari penulis lagunya? Dan apakah kita sudah berbagi royalty dengannya? Penulis lagu mungkin saja sudah mengikhlaskannya, tapi permintaan izin tentu perlu diijabkan.
Alangkah baiknya para kreator lagu covering mengontemplasikan kembali. Bukankah ruang yang diberikan YouTube adalah sebuah kesempatan bagi kita untuk bebas berekspresi. Mulailah mengayunkan jemari merangkai kata, menulis lirik dan lagu yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang ramai, akan jadi jalan dakwah menyampaikan syariat Islam.
Tampil dengan karya lagu sendiri akan melekatkan karakter sendiri untuk diingat masyarakat. Jalinan silaturahmi adalah jalan mudah mewujudkannya. Dan platform digital music store siap untuk menyalurkan karya lagu kita. Apakah benar kita bertujuan ingin dikenal sebagai penyanyi profesional? Atau sekadar penyanyi covering yang sekejap diingatan pun mengering.
(Ditulis oleh Muhammad Fadhli – Reporter IslamicTunesNews)
Leave a Reply