Sahabat
IslamicTunes yang berbahagia, Persatuan umat Islam sepertinya sekarang masih
berupa mimpi. Walaupun begitu banyak ulama dan anasir umat Islam yang
menginginkan terwujudnya persatuan umat Islam, tapi ternyata tak jarang juga
apa yang mereka lakukan melanggengkan perpecahan umat ini. Sepertinya kita
masih harus sering mentadabburi firman Allah dalam Surah Ali Imran ayat 103.
Kita mungkin sudah sering membaca ayat tersebut, tapi kita seakan-akan tak
pernah mengerti semangat dari ayat ini.
IslamicTunes yang berbahagia, Persatuan umat Islam sepertinya sekarang masih
berupa mimpi. Walaupun begitu banyak ulama dan anasir umat Islam yang
menginginkan terwujudnya persatuan umat Islam, tapi ternyata tak jarang juga
apa yang mereka lakukan melanggengkan perpecahan umat ini. Sepertinya kita
masih harus sering mentadabburi firman Allah dalam Surah Ali Imran ayat 103.
Kita mungkin sudah sering membaca ayat tersebut, tapi kita seakan-akan tak
pernah mengerti semangat dari ayat ini.
“Dan
berpeganglah kamu semuanya kepada tali (Agama) Allah SWT dan janganlah kamu
bercerai berai.” (QS. Ali Imran: 103).
berpeganglah kamu semuanya kepada tali (Agama) Allah SWT dan janganlah kamu
bercerai berai.” (QS. Ali Imran: 103).
Secara
garis besar, paling tidak ada tiga hal yang menyebabkan umat ini susah bersatu.
Yang pertama adalah fanatisme mazhab dan kelompok secara berlebihan. Sikap ini
kemudian menjadikan kita memiliki sikap yang tidak proporsional, sikap ingin
menang sendiri, merasa pendapat mazhab atau kelompoknya paling dan pasti benar
sedangkan pendapat mazhab atau kelompok lain pasti salah. Yang terjadi kemudian
adalah saling menghujat, melecehkan, menyesatkan bahkan mengkafirkan semua
pendapat yang berbeda dengan pendapat mazhab atau kelompoknya.
garis besar, paling tidak ada tiga hal yang menyebabkan umat ini susah bersatu.
Yang pertama adalah fanatisme mazhab dan kelompok secara berlebihan. Sikap ini
kemudian menjadikan kita memiliki sikap yang tidak proporsional, sikap ingin
menang sendiri, merasa pendapat mazhab atau kelompoknya paling dan pasti benar
sedangkan pendapat mazhab atau kelompok lain pasti salah. Yang terjadi kemudian
adalah saling menghujat, melecehkan, menyesatkan bahkan mengkafirkan semua
pendapat yang berbeda dengan pendapat mazhab atau kelompoknya.
Ada tulisan
menarik dalam sebuah kata pengantar buku fiqh yang menganut mazhab tertentu
karangan ulama Indonesia. Dalam kata pengantar tersebut disebutkan bahwa salah
satu penyebab perpecahan umat Islam di nusantara adalah karena masuknya paham
atau mazhab fiqh baru di Indonesia yang berbeda dengan mainstream mazhab fiqh
nusantara. Beliau menyatakan bahwa hal ini berbahaya bagi persatuan dan
kesatuan umat sehingga perlu dilakukan upaya-upaya untuk mempertahankan
eksistensi mazhab yang sudah ada dan mencegah menyebarluasnya mazhab baru atau
kelompok yang tidak terikat dengan mazhab tertentu. Hasil dari pemahaman ini
adalah, perdebatan panjang berpuluh-puluh tahun, hanya dalam permasalahan
khilafiyah, sedangkan masalah-masalah umat lain yang lebih asasi malah
terlupakan.
menarik dalam sebuah kata pengantar buku fiqh yang menganut mazhab tertentu
karangan ulama Indonesia. Dalam kata pengantar tersebut disebutkan bahwa salah
satu penyebab perpecahan umat Islam di nusantara adalah karena masuknya paham
atau mazhab fiqh baru di Indonesia yang berbeda dengan mainstream mazhab fiqh
nusantara. Beliau menyatakan bahwa hal ini berbahaya bagi persatuan dan
kesatuan umat sehingga perlu dilakukan upaya-upaya untuk mempertahankan
eksistensi mazhab yang sudah ada dan mencegah menyebarluasnya mazhab baru atau
kelompok yang tidak terikat dengan mazhab tertentu. Hasil dari pemahaman ini
adalah, perdebatan panjang berpuluh-puluh tahun, hanya dalam permasalahan
khilafiyah, sedangkan masalah-masalah umat lain yang lebih asasi malah
terlupakan.
Sikap
fanatisme berlebihan ini jelas tidak meneladani sikap Salafus Shalih. Perbedaan
pendapat sudah terjadi pada masa Shahabat, kemudian tradisi perbedaan ini terus
terjadi pada generasi-generasi Salafus Shalih berikutnya. Tapi, tak ada satupun
dari para Shahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in dan kalangan ulama klasik yang
menjadikan perbedaan pendapat untuk menghujat dan mengkafirkan pendapat lain.
Perbedaan pendapat di antara mereka hanya terbatas pada kajian-kajian dan tak
sampai menyebabkan perpecahan umat. Mereka punya prinsip, selama masih dalam
perkara furu’ dan khilafiyah tak seharusnya perbedaan pendapat mengakibatkan
permusuhan. Indah sekali prinsip mereka yang menyatakan bahwa pendapatku adalah
benar tapi masih terbuka kemungkinan salah sedangkan pendapat yang lain adalah
salah tapi punya kemungkinan benar. Mereka baru bersikap intoleran jika perbedaan
yang terjadi adalah dalam masalah ushul seperti terhadap kelompok yang punya
Nabi baru atau kelompok yang ingkar terhadap ayat-ayat Qath’i.
fanatisme berlebihan ini jelas tidak meneladani sikap Salafus Shalih. Perbedaan
pendapat sudah terjadi pada masa Shahabat, kemudian tradisi perbedaan ini terus
terjadi pada generasi-generasi Salafus Shalih berikutnya. Tapi, tak ada satupun
dari para Shahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in dan kalangan ulama klasik yang
menjadikan perbedaan pendapat untuk menghujat dan mengkafirkan pendapat lain.
Perbedaan pendapat di antara mereka hanya terbatas pada kajian-kajian dan tak
sampai menyebabkan perpecahan umat. Mereka punya prinsip, selama masih dalam
perkara furu’ dan khilafiyah tak seharusnya perbedaan pendapat mengakibatkan
permusuhan. Indah sekali prinsip mereka yang menyatakan bahwa pendapatku adalah
benar tapi masih terbuka kemungkinan salah sedangkan pendapat yang lain adalah
salah tapi punya kemungkinan benar. Mereka baru bersikap intoleran jika perbedaan
yang terjadi adalah dalam masalah ushul seperti terhadap kelompok yang punya
Nabi baru atau kelompok yang ingkar terhadap ayat-ayat Qath’i.
Penyebab
kedua susahnya mewujudkan persatuan umat adalah tumbuh kembangnya wabah
nasionalisme. Nasionalisme merupakan suatu ikatan untuk mempersatukan
sekelompok manusia berdasarkan kesamaan identitas sebagai sebuah “bangsa” (M.
Shiddiq Al-Jawi. 2005. Membuang Nasionalisme Ke Tempat Sampah).
Kata “bangsa” sengaja diberi tanda kutip, karena memiliki makna yang tak baku
bahkan bersifat imajiner. Contohnya adalah, dulu warga Timor Leste dianggap
sebagai bagian dari bangsa Indonesia, tetapi setelah merdeka mereka tak lagi
menjadi bangsa Indonesia melainkan bangsa Timor. Andaikan Papua memisahkan diri
dari NKRI, maka di Papua tak akan ada lagi bangsa Indonesia, yang ada hanya
bangsa Papua.
kedua susahnya mewujudkan persatuan umat adalah tumbuh kembangnya wabah
nasionalisme. Nasionalisme merupakan suatu ikatan untuk mempersatukan
sekelompok manusia berdasarkan kesamaan identitas sebagai sebuah “bangsa” (M.
Shiddiq Al-Jawi. 2005. Membuang Nasionalisme Ke Tempat Sampah).
Kata “bangsa” sengaja diberi tanda kutip, karena memiliki makna yang tak baku
bahkan bersifat imajiner. Contohnya adalah, dulu warga Timor Leste dianggap
sebagai bagian dari bangsa Indonesia, tetapi setelah merdeka mereka tak lagi
menjadi bangsa Indonesia melainkan bangsa Timor. Andaikan Papua memisahkan diri
dari NKRI, maka di Papua tak akan ada lagi bangsa Indonesia, yang ada hanya
bangsa Papua.
Konsep
nasionalisme juga bukanlah sesuatu yang telah ada sejak dulu kala. Istilah dan
konsep nasionalisme muncul beriringan dengan terjadinya Revolusi Prancis,
industrialisasi, liberalisasi dan sentimen bangsa yang berupaya menggantikan
sistem feodalisme (Kurniawan. 1996. Diskursus Nasionalisme: Artefak
Masa Lalu di Panggung Masa Kini). Paham nasionalisme juga tak pernah
dikenal oleh umat Islam selama 10 abad. Paham ini baru masuk ke dunia Islam
ketika Barat melancarkan penjajahan ke negeri-negeri Islam sejak abad ke-17 M.
Bersamaan dengan penjajahan fisik, Barat dipimpin oleh Inggris dan Prancis juga
menyebarkan paham nasionalisme kepada umat Islam, tujuannya jelas adalah untuk
melemahkan persatuan umat Islam dan Daulah Islam yang ujung-ujungnya memecah
belah umat dan melanggengkan penjajahan mereka di tanah umat Islam. Bukti
keberhasilan Barat memecah belah umat Islam adalah dengan berdirinya lebih dari
50 negara bangsa (nation-state) dalam dunia Islam, sesuatu yang tak
pernah terjadi dalam tubuh umat Islam selama lebih dari 13 abad. Dan yang
paling menyedihkan adalah, tak pernah ada upaya serius dari para pemimpin
negara-negara bangsa tersebut untuk menyatukan kembali umat Islam di bawah satu
bendera.
nasionalisme juga bukanlah sesuatu yang telah ada sejak dulu kala. Istilah dan
konsep nasionalisme muncul beriringan dengan terjadinya Revolusi Prancis,
industrialisasi, liberalisasi dan sentimen bangsa yang berupaya menggantikan
sistem feodalisme (Kurniawan. 1996. Diskursus Nasionalisme: Artefak
Masa Lalu di Panggung Masa Kini). Paham nasionalisme juga tak pernah
dikenal oleh umat Islam selama 10 abad. Paham ini baru masuk ke dunia Islam
ketika Barat melancarkan penjajahan ke negeri-negeri Islam sejak abad ke-17 M.
Bersamaan dengan penjajahan fisik, Barat dipimpin oleh Inggris dan Prancis juga
menyebarkan paham nasionalisme kepada umat Islam, tujuannya jelas adalah untuk
melemahkan persatuan umat Islam dan Daulah Islam yang ujung-ujungnya memecah
belah umat dan melanggengkan penjajahan mereka di tanah umat Islam. Bukti
keberhasilan Barat memecah belah umat Islam adalah dengan berdirinya lebih dari
50 negara bangsa (nation-state) dalam dunia Islam, sesuatu yang tak
pernah terjadi dalam tubuh umat Islam selama lebih dari 13 abad. Dan yang
paling menyedihkan adalah, tak pernah ada upaya serius dari para pemimpin
negara-negara bangsa tersebut untuk menyatukan kembali umat Islam di bawah satu
bendera.
Penyebab
ketiga penghambat persatuan umat Islam adalah sikap pesimisme, pasrah dengan
keadaan dan keputusasaan terhadap kondisi perpecahan umat seperti sekarang.
Sikap ini kemudian menjadikan banyak umat Islam yang tak lagi bersemangat untuk
mewujudkan persatuan umat, mereka menganggap upaya tersebut hanyalah upaya yang
sia-sia, tak akan berhasil bahkan utopis. Hal ini juga menjadikan sebagian
pejuang Islam mengambil sikap pragmatis, kompromi dengan cara-cara di luar
Islam yang dianggap akan lebih cepat membuahkan hasil. Realita dan kondisi
empiris dijadikan tameng dan pembenaran untuk mengambil langkah pragmatis dan
kompromistis tersebut, padahal hal tersebut menyimpang dari garis yang
ditetapkan dien Islam. Dan sikap ini sebenarnya akan semakin menjauhkan umat
Islam dari persatuannya yang hakiki.
ketiga penghambat persatuan umat Islam adalah sikap pesimisme, pasrah dengan
keadaan dan keputusasaan terhadap kondisi perpecahan umat seperti sekarang.
Sikap ini kemudian menjadikan banyak umat Islam yang tak lagi bersemangat untuk
mewujudkan persatuan umat, mereka menganggap upaya tersebut hanyalah upaya yang
sia-sia, tak akan berhasil bahkan utopis. Hal ini juga menjadikan sebagian
pejuang Islam mengambil sikap pragmatis, kompromi dengan cara-cara di luar
Islam yang dianggap akan lebih cepat membuahkan hasil. Realita dan kondisi
empiris dijadikan tameng dan pembenaran untuk mengambil langkah pragmatis dan
kompromistis tersebut, padahal hal tersebut menyimpang dari garis yang
ditetapkan dien Islam. Dan sikap ini sebenarnya akan semakin menjauhkan umat
Islam dari persatuannya yang hakiki.
Mudah-mudahan
dengan hadirnya artikel kami ini bisa menyatukan seluruh ummat Muslim sedunia,
Marilah ummat Muslim seluruh dunia, bersatu demi Agama ALLAH SWT yang selalu
hakiki. Amin ya Rabb
dengan hadirnya artikel kami ini bisa menyatukan seluruh ummat Muslim sedunia,
Marilah ummat Muslim seluruh dunia, bersatu demi Agama ALLAH SWT yang selalu
hakiki. Amin ya Rabb
Leave a Reply