Ibu adalah sekolah pertama bagi seorang anak, itu yang sering saya dengar. Dan itupula yang selalu menguatkan saya, meski dengan segala resikonya, saya bersikukuh membawa anak saya serta ke negeri Doraemon selama saya sekolah. Sejak awal saya menyadari, dengan segala keterbatasan dan minimnya sarana sekolah agama di negeri tirai bambu ini, maka saya sebagai Ibu harus memiliki peran yang besar dalam menanamkan pondasi Aqidah dan Akhlak bagi anak .
Bahkan mungkin sering kita dengar sebagai orang tua dalam mendidik dan melatih anak-anak kita untuk shalat. Ada yang membantah, ada yang bermalas-malasan, ada yang menunda-nunda, ada pula yang memenuhi panggilan ibunya untuk shalat namun bercanda ria saat shalat.
Di sisi lain, kita dapatkan banyak sekali orang tua yang begitu perhatian dengan pendidikan formal, mendidik mereka mampu membaca, menulis, dan berhitung. Mereka rela mengantar di pagi hari dan menjemput di siang hari. Namun, sedikit sekali dari mereka yang perhatian terhadap pendidikan anak untuk shalat.
Siapakah yang salah? Anak yang bandel ataukah orang tua yang lalai? Dan kapan seharusnya anak dididik dan dilatih shalat? Haruskah menunggu berumur tujuh tahun baru diajari tata cara shalat?
Pertanyaan-pertanyaan ini telah dijelaskan jawabannya oleh Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam – dalam sabdanya,
مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِى الْمَضَاجِعِ
“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk shalat saat berumur tujuh tahun dan pukulah mereka jika tidak shalat saat berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah mereka dalam tempat tidur.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud II/167)
1.Teladan Memberikan keteladanan dengan cara mengajak anak
melaksanakan shalat berjamaah di rumah. Keteladanan yang baik membawa kesan positif dalam jiwa anak. Orang yang paling banyak diikuti oleh anak dan yang paling kuat menanamkan pengaruhnya ke dalam jiwa anak adalah orang tuanya. Oleh karena itu, Rasulullah saw memerintahkan agar orang tua dapat menjadi teladan yang baik bagi anak-anak mereka. Pada tahap awal, keteladanan yang dapat dicontoh anak adalah gerakan-gerakan shalat. Pada tahap berikutnya keteladanan yang bisa diberikan orang tua adalah bacaan shalat dengan suara yang terdengar oleh anak. Sehingga anak tidak hanya mendapatkan stimulasi gerakan shalat tapi juga bacaan shalat.Masa anak-anak adalah masa meniru dan memiliki daya ingat yang luar biasa. Orang tua harus menggunakan kesempatan ini dengan baik, jika tidak ingin menyesal kehilangan masa emas ( golden age ) pada anak
2.Melatih berulang-ulang
Melatih gerakan dan bacaan shalat pada anak usia dini hendaknya dilakukan dengan cara berulang-ulang Semakin sering anak usia dini mendapatkan stimulasi tentang gerakan shalat, apalagi diiringi dengan pengarahan tentang bagaimana gerakan yang benar secara berulang-ulang maka anak usia dini semakin mampu melakukannya. Begitu juga dengan bacaan shalat. Semakin sering di dengar oleh anak, maka semakin cepat anak hafal bacaan shalat tersebut. Sekalipun pemberi teladan yang utama adalah ayah dan ibu, diharapkan orang dewasa lainnya yang tinggal bersama anak juga bisa menjadi teladan bagi anak. Sehingga ketika ayah tidak ada di rumah dan ibu berhalangan memberikan teladan, makapemberian latihan tetap bisa berlangsung oleh orang dewasa lainnya yang tinggal bersama anak
3.Suasana nyaman dan Aman.
Menghadirkan suasana belajar shalat yang memberikan rasa aman dan menyenangkan bagi anak dalam menerima seluruh proses pendidikan shalat yang diselenggarakan saat anak usia dini mengikuti gerakan orang tua dalam shalat, pada tahap awal terkadang bisa mengganggu kekhusukan shalat orang tua. Orang tua harus dapat memahami bahwa tindakan anak meniru gerakan orang tua adalah proses belajar, sehingga sekalipun anak dapat mengganggu kekhusukan shalat orang tua, anak tidak boleh di marahi atau dilarang dekat dengan orang tua saat shalat. Pengarahan tentang bagaimana tata cara shalat yang benar kita ajarkan kepada anak setelah proses shalat berlangsung. Dalam tahap lanjut, anak tidak hanya bisa meniru gerakan shalat, tapi juga memiliki kebanggaan untuk menggunakan simbol-simbol islami baik dalam ucapan maupun perilaku dalam shalatnya dan sebagainya.
4.Tidak MemaksaTidak melakukan pemaksaan dalam melatih anak usia dinimelakukan shalat.
Perkembangan kemampuan anak melakukan gerakan shalat adalah hasil dari pematangan proses belajar yang diberikan. Pengalaman dan pelatihan akan mempunyai pengaruh pada anak bila dasar-dasar keterampilan atau kemampuan yang diberikan telah mencapai kematangan. Kemudian, dengan kemampuan ini, anak dapat mencapai tahapan kemampuan baru yaitu dapat melakukan gerakan shalat sekalipun belum berurutan.
5.Tidak membanding-bandingkanSecara fisik, semakin bertambah usia anak maka semakin mampu melakukan gerakan-gerakan motorik dari yang sederhana sampai yang komplek.
Namun perlu diperhatikan adanya keunikan setiap anak. Bisa jadi tahapan perkembangan gerakan motorik antara anak pertama lebih cepat dibandingkan anak kedua. Oleh karenanya, penting bagi orang tua untuk memperhatikan perkembangan seseorang, dan tidak membanding-bandingka dengan sang kakak atau anak yang lain yang seusia dengan anak.
Ibu adalah sekolah pertama bagi seorang anak, itu yang sering saya dengar. Dan itupula yang selalu menguatkan saya, meski dengan segala resikonya, saya bersikukuh membawa anak saya serta ke negeri Doraemon selama saya sekolah. Sejak awal saya menyadari, dengan segala keterbatasan dan minimnya sarana sekolah agama di negeri tirai bambu ini, maka saya sebagai Ibu harus memiliki peran yang besar dalam menanamkan pondasi Aqidah dan Akhlak bagi anak .
Bahkan mungkin sering kita dengar sebagai orang tua dalam mendidik dan melatih anak-anak kita untuk shalat. Ada yang membantah, ada yang bermalas-malasan, ada yang menunda-nunda, ada pula yang memenuhi panggilan ibunya untuk shalat namun bercanda ria saat shalat.
Di sisi lain, kita dapatkan banyak sekali orang tua yang begitu perhatian dengan pendidikan formal, mendidik mereka mampu membaca, menulis, dan berhitung. Mereka rela mengantar di pagi hari dan menjemput di siang hari. Namun, sedikit sekali dari mereka yang perhatian terhadap pendidikan anak untuk shalat.
Siapakah yang salah? Anak yang bandel ataukah orang tua yang lalai? Dan kapan seharusnya anak dididik dan dilatih shalat? Haruskah menunggu berumur tujuh tahun baru diajari tata cara shalat?
Pertanyaan-pertanyaan ini telah dijelaskan jawabannya oleh Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam – dalam sabdanya,
مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِى الْمَضَاجِعِ
“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk shalat saat berumur tujuh tahun dan pukulah mereka jika tidak shalat saat berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah mereka dalam tempat tidur.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud II/167)
1.Teladan Memberikan keteladanan dengan cara mengajak anak
melaksanakan shalat berjamaah di rumah. Keteladanan yang baik membawa kesan positif dalam jiwa anak. Orang yang paling banyak diikuti oleh anak dan yang paling kuat menanamkan pengaruhnya ke dalam jiwa anak adalah orang tuanya. Oleh karena itu, Rasulullah saw memerintahkan agar orang tua dapat menjadi teladan yang baik bagi anak-anak mereka. Pada tahap awal, keteladanan yang dapat dicontoh anak adalah gerakan-gerakan shalat. Pada tahap berikutnya keteladanan yang bisa diberikan orang tua adalah bacaan shalat dengan suara yang terdengar oleh anak. Sehingga anak tidak hanya mendapatkan stimulasi gerakan shalat tapi juga bacaan shalat.Masa anak-anak adalah masa meniru dan memiliki daya ingat yang luar biasa. Orang tua harus menggunakan kesempatan ini dengan baik, jika tidak ingin menyesal kehilangan masa emas ( golden age ) pada anak
2.Melatih berulang-ulang
Melatih gerakan dan bacaan shalat pada anak usia dini hendaknya dilakukan dengan cara berulang-ulang Semakin sering anak usia dini mendapatkan stimulasi tentang gerakan shalat, apalagi diiringi dengan pengarahan tentang bagaimana gerakan yang benar secara berulang-ulang maka anak usia dini semakin mampu melakukannya. Begitu juga dengan bacaan shalat. Semakin sering di dengar oleh anak, maka semakin cepat anak hafal bacaan shalat tersebut. Sekalipun pemberi teladan yang utama adalah ayah dan ibu, diharapkan orang dewasa lainnya yang tinggal bersama anak juga bisa menjadi teladan bagi anak. Sehingga ketika ayah tidak ada di rumah dan ibu berhalangan memberikan teladan, makapemberian latihan tetap bisa berlangsung oleh orang dewasa lainnya yang tinggal bersama anak
Melatih gerakan dan bacaan shalat pada anak usia dini hendaknya dilakukan dengan cara berulang-ulang Semakin sering anak usia dini mendapatkan stimulasi tentang gerakan shalat, apalagi diiringi dengan pengarahan tentang bagaimana gerakan yang benar secara berulang-ulang maka anak usia dini semakin mampu melakukannya. Begitu juga dengan bacaan shalat. Semakin sering di dengar oleh anak, maka semakin cepat anak hafal bacaan shalat tersebut. Sekalipun pemberi teladan yang utama adalah ayah dan ibu, diharapkan orang dewasa lainnya yang tinggal bersama anak juga bisa menjadi teladan bagi anak. Sehingga ketika ayah tidak ada di rumah dan ibu berhalangan memberikan teladan, makapemberian latihan tetap bisa berlangsung oleh orang dewasa lainnya yang tinggal bersama anak
3.Suasana nyaman dan Aman.
Menghadirkan suasana belajar shalat yang memberikan rasa aman dan menyenangkan bagi anak dalam menerima seluruh proses pendidikan shalat yang diselenggarakan saat anak usia dini mengikuti gerakan orang tua dalam shalat, pada tahap awal terkadang bisa mengganggu kekhusukan shalat orang tua. Orang tua harus dapat memahami bahwa tindakan anak meniru gerakan orang tua adalah proses belajar, sehingga sekalipun anak dapat mengganggu kekhusukan shalat orang tua, anak tidak boleh di marahi atau dilarang dekat dengan orang tua saat shalat. Pengarahan tentang bagaimana tata cara shalat yang benar kita ajarkan kepada anak setelah proses shalat berlangsung. Dalam tahap lanjut, anak tidak hanya bisa meniru gerakan shalat, tapi juga memiliki kebanggaan untuk menggunakan simbol-simbol islami baik dalam ucapan maupun perilaku dalam shalatnya dan sebagainya.
4.Tidak MemaksaTidak melakukan pemaksaan dalam melatih anak usia dinimelakukan shalat.
Perkembangan kemampuan anak melakukan gerakan shalat adalah hasil dari pematangan proses belajar yang diberikan. Pengalaman dan pelatihan akan mempunyai pengaruh pada anak bila dasar-dasar keterampilan atau kemampuan yang diberikan telah mencapai kematangan. Kemudian, dengan kemampuan ini, anak dapat mencapai tahapan kemampuan baru yaitu dapat melakukan gerakan shalat sekalipun belum berurutan.
5.Tidak membanding-bandingkanSecara fisik, semakin bertambah usia anak maka semakin mampu melakukan gerakan-gerakan motorik dari yang sederhana sampai yang komplek.
Namun perlu diperhatikan adanya keunikan setiap anak. Bisa jadi tahapan perkembangan gerakan motorik antara anak pertama lebih cepat dibandingkan anak kedua. Oleh karenanya, penting bagi orang tua untuk memperhatikan perkembangan seseorang, dan tidak membanding-bandingka dengan sang kakak atau anak yang lain yang seusia dengan anak.
Leave a Reply