islamicTunesNews | KISAH TELADAN SAHABAT BUAT PARA PEMUDA!!

mana yang lebih baik
daripada sebuah keteladanan?

Pelajaran mana yang lebih baik daripada sebuah keteladanan?
Terlebih dalam kondisi ketika banyak pemimpin negeri kita yang tak amanah.
Namun tak selayaknya kita berputus asa, justru kita wajib berdoa. Semoga Allah
kan hadirkan sosok pemimpin teladan seperti sejarah merekam Umar bin Khattab
dan kepemimpinan beliau dalam kisah berikut.

Krisis itu masih melanda Madinah. Korban sudah banyak berjatuhan.
Jumlah orang-orang miskin terus bertambah. Khalifah Umar Bin Khatab yang merasa
paling bertanggung jawab terhadap musibah itu, memerintahkan menyembelih hewan
ternak untuk dibagi-bagikan pada penduduk.

Ketika tiba waktu makan, para petugas memilihkan untuk Umar bagian yang menjadi
kegemarannya: punuk dan hati unta. Ini merupakan kegemaran Umar sebelum masuk
islam. “Dari mana ini?” Tanya Umar.

“Dari hewan yang baru disembelih hari ini,” jawab mereka.

“Tidak! Tidak!” kata Umar seraya menjauhkan hidangan lezat itu dari hadapannya.
“Saya akan menjadi pemimpin paling buruk seandainya saya memakan daging lezat
ini dan meninggalkan tulang-tulangnya untuk rakyat.”

Kemudian Umar menuruh salah seorang sahabatnya,” Angkatlah makanan ini, dan
ambilkan saya roti dan minyak biasa!” Beberapa saat kemudian, Umar menyantap
yang dimintanya.

Kisah yang dipaparkan Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya ar-Rijal Haular
Rasul itu menggambarkan betapa besar perhatian Umar terhadap rakyatnya.
Peristiwa seperti itu bukan hanya terjadi sekali saja. Kisah tentang pertemuan
Umar dengan seorang ibu bersama anaknya yang sedang menangis kelaparan, begitu
akrab di telinga kita. Ditengah nyenyaknya orang tidur. Ia berkeliling dan
masuk sudut-sudut kota Madinah. Ketika bertemu seorang ibu dan anaknya yang
sedang kelaparan, Umar sendiri yang pergi mengambil makanan. Ia sendiri juga
yang memanggulnya, mengaduknya, memasaknya dan menghidangkannya untuk anak-anak
itu.

Keltika kelaparan mencapai puncaknya Umar pernah disuguhi remukan roti yang
dicampur samin. Umar memanggil seorang badui dan mengajaknya makan bersama.
Umar tidak menyuapkan makanan ke mulutnya sebelum badui itu melakukannya
terlebih dahulu. Orang badui sepertinya sangat menikmati makanan itu. “Agaknya
Anda tidak pernah merasakan lemak?” Tanya Umar.

“Benar,” kata badui itu. “Saya tidak pernah makan dengan samin atau minyak
zaitun. Saya juga sudah lama tidak menyaksikan orang-orang memakannya sampai
sekarang,” tambahnya.

Mendengar kata-kata sang badui, Umar bersumpah tidak akan makan
lemak sampai semua orang hidup seperti biasa. Ucapannya benar-benar dibuktikan.
Kata-katanya diabadikan sampai saat itu, “Kalau rakyatku kelaparan, aku ingin
orang pertama yang merasakannya. Kalau rakyatku kekenayangan, aku ingin orang
terakhir yang menikmatinya.”

Padahal saat itu Umar bisa saja menggunakan fasilitas Negara. Kekayaan Irak dan
Syam sudah berada ditangan kaum Muslimin. Tapi tidak. Umar lebih memilih makan
bersama rakyatnya.


umar dan hadiah makanan
lezat
Pada kesempatan lain, Umar menerima hadiah makanan lezat dari
Gubernur Azerbeijan, Utbah bin Farqad. Namun begitu mengetahui makanan itu
biasanya disajikan untuk kalangan elit, Umar segera mengembalikannya. Kepada
utusan yang mengantarkannya Umar berpesan, “Kenyangkanlah lebih dulu rakyat
dengan makanan yang biasa Anda makan.”

Sikap seperti itu tak hanya dimiliki Umar bin Khattab. Ketika mendengar dari
Aisyah bahwa Madinah tengah dilanda kelaparan. Abdurrahman bin Auf yang baru
pulang dari berniaga segera membagikan hartanya pada masyarakat yang sedang
menderita. Semua hartanya dibagikan.

Ironisnya, sikap ini justru amat jauh dari para pejabat sekarang. Penderitaan
demi penderitaan yang terus melanda bangsa ini, tak meyadarkan mereka. Naiknya
harga kebutuhan pokok sebelum harga BBM naik dan meningkatnya jumlah
orang-orang miskin, tak menggugah hati mereka. Bahkan, perilaku boros mereka
kian marak.

Anggota Dewan yang ditunjuk rakyat sebagai wakil, justru banyak yang
berleha-leha. Santai dan mencari aman. Pada saat yang sama, para pejabat yang
juga dipilih langsung, tak pernah memikirkan rakyat. Yang ada dalam benak
mereka , bagaimana bisa aman selama lima tahun ke depan.

Mereka yang dulu vocal mengkritik para pejabat korup dan zalim, justru kini
diam. Ia takut kalau kursi yang saat ini didudukinya lepas. Sungguh jauh beda
dengan Abu Dzar al-Ghifari, seorang sahabat Rasulullah saw. Ketika suatu saat
dia cukup pedas mengkritik para pejabat di Madinah, Ustman bn Affan
memindahkannya ke Syam agar tak muncul konflik. Namun, ditempat inipun ia
melakukan kritik tajam pada Muawiyah bin Abu Sufyan agar menyantuni fakir
miskin.

Muawiyah pernah mengujinya dengan mengirimkan uang. Namun ketika esok harinya
uang itu ingin diambilnya kembali, ternyata Abu Dzar telah membagikannya pada
fakir miskin.

Sesungguhnya, negeri kita ini tidak miskin. Negari kita kaya. Bahkan teramat
kaya. Tapi karena tidak dikelola dengan baik, kita menjadi miskin. Negeri kita
kaya, tapi karena kekayaan itu hanya berada pada orang-orang tertentu saja,
rakyat menjadi miskin. Kekayaan dimonopoli oleh para pejabat, anggota parlemen
dan para pengusaha tamak.

Di tengah suara rintihan para pengemis dan orang-orang terlantar, kita
menyaksikan para pejabat dan orang-orang berduit dengan ayik melancong ke
berbagai negari. Mereka seolah tanpa dosa menghambur-hamburkan uang dengan membeli
barang serba mewah.

Ditengah gubuk-gubuk reot penuh tambalan kardus bekas, kita menyaksikan
gedung-gedung menjulang langit. Diantara maraknya tengadah tangan-tangan
pengemis, mobil-mobil mewah dengan santainya berseleweran. Pemandangan kontras
yang selalu memenuhi hari-hari kita.

Dimasa Umar bin Abdul azis, umat islam pernah mengalami kejayaan. Kala itu
sulit mencari mustahiq (penerima) zakat. Mereka merasa sudah mampu, bahkan
harus mengeluarkan zakat. Mereka tidak terlalu kaya. Tapi, kekayaan dimasa itu
tidak berkumpul pada orang-orang tertentu saja.

Disinilah peran zakat, infak dan shadaqah. Tak hanya untuk ‘membersihkan’ harta
si kaya, tapi juga menuntaskan kemiskinan.

Jika ini tidak kita lakukan, kita belum menjadi mukmin sejati. Sebab, seorang
Mukmin tentu takkan membiarkan tetanggana kelaparan. Rasulullah saw bersabda,
“Tidak beriman seseorang yang dirinya kenyang, sementara tetangganya
kelaparan.” (HR. Muslim)


Posted

in

,

by

Tags:

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *