IslamicTunesNews | MEDAN PEDULI SURIAH


Rezim tiran
berkuasa lebih dari 40 tahun
 2011 lalu
revolusi suriah pecah, demonstran damai yang menuntut rezim tiran turun dilawan
dengan senjata
 Fraksi
perlawanan muncul dan perang pun pecah
 5 tahun berlalu
tak terhitung korban jiwa
 Baru-baru ini
korban semakin banyak, ribuan jiwa melayang
 Aleppo membara.
KAMMI MEDAN dan
seluruh mahasiswa serta kota Medan mengajak rekan-rekan sekalian untuk
menunjukkan kepedulian terhadap muslim suriah yang sedang di zalimi 
Suriah memerah darah dengan cara
penggalangan dana pada 13,14 dan 15 Mei 2016 secara rutin, buat sahabat yang
ingin mendonasikan sebagian rezekinya silahkan lihat informasi kami diatas.
Aksi Cepat Tanggap (ACT)
terpanggil kembali mengirim Tim Sympathy of Solidarity (SOS) Syria gelombang ke
VII sejak krisis kemanusiaan Suriah mengemuka, lima tahun silam. Pemberangkatan
berlangsung di Kantor ACT di Menara 165 Jakarta, Rabu 4 Mei 2016.
Presiden ACT Ahyudin, mengatakan,
masyarakat Indonesia sesungguhnya mahfum sebagai bangsa pecinta damai yang
hidup dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan. Krisis Suriah lebih dari cukup
untuk membuat nurani manusia guncang. 
“Saatnya kita berbuat nyata.
Mungkin tim yang kita kirim tidak bisa menghentikan krisis, tapi setidaknya
kami mewakili bangsa ini, menolak absen dari kepedulian global,” katanya
melalui siaran pers yang diterima Republika.co.id,
Rabu (4/5).
Menilik eskalasi krisisnya,
Ahyudin menggugah Indonesia untuk berbuat lebih signifikan. “Bagaimana mungkin
bangsa Indonesia bungkam Suriah banjir darah, warga sipilnya dibombardir
bertahun-tahun, tak peduli korbannya anak-anak, perempuan bahkan manula tak
bersenjata. Suriah memanggil begitu nyaring! Selamatkan rakyat Suriah!”
ujarnya.
Hanya dalam hitungan jam sejak
serangan terakhir di hari Jumat, pekan lalu, serangan berdarah yang menerjang
Aleppo sudah menuai kecaman jutaan publik dunia. Tagar #AleppoIsBurning dan
#saveAleppo pun memenuhi ragam linimasa di media sosial. Serangan atas
fasilitas publik paling vital, yakni sebuah rumah sakit sipil di Al Quds
merenggut kurang lebih 30 korban jiwa dan sedikitnya 62 luka-luka.
Bahkan,
24 jam sebelum serangan fatal ke rumah sakit sipil ini, pesawat milik militer
Rusia melepas roket kendalinya dan menargetkan markas tim keamanan sipil di
wilayah Atarib, Aleppo. Lima personil keamanan meregang nyawa dalam serangan
udara yang tak imbang ini.
Aleppo, kota paling utara dan
salah satu yang terbesar di Suriah, kini makin hancur tak berbentuk. Gempuran
rezim Assad selama lebih dari dua pekan tanpa henti meluluhlantakkan ratusan
fasilitas sipil di kota ini. Rezim Assad berkilah bahwa bombardir Aleppo
sengaja dilakukan untuk merebut kembali kota terbesar di Suriah itu dari
kontrol pihak oposisi yang menentang pemerintahannya.
Hingga hari ini, walau kecaman
dunia memuncak hebat, Assad bergeming untuk tidak menghentikan serangannya ke
Aleppo.
Dari balik bangunan sipil yang
runtuh, tembok yang hancur, dan puing-puing sisa gempuran bom, Aleppo tampak
jelas sedang memerah darah. Belasan ribu keluarga sipil di Aleppo kini sedang
tertatih, terjebak dalam gempuran perang.
Menurut
data UNHCR di bulan April 2016, jumlah orang yang tewas akibat konflik berdarah
di Suriah mencapai 10.381 orang, sedangkan jumlah pengungsi yang tersebar di
beberapa negara mencapai 4.842.896 orang. Rincian pengungsi; di Turki 2.749.140
jiwa, Lebanon 1.055.984 jiwa, Yordania 642.868 jiwa, Irak 246.123 jiwa, Mesir
119.665 jiwa, Afrika Utara 29.116 jiwa, dan Eropa 972.012 jiwa.


Foto kondisi
rumah warga di suriah saat diserang

“Merespon hal
tersebut, Insya Allah ACT akan segera menyalurkan bantuan senilai Rp 1 miliar
dalam bentuk pangan, obat-obatan, serta kebutuhan darurat lainnya secara
bertahap. Bantuan tersebut akan disalurkan oleh Global ACTion Team
#SOSSyria,” kata Ahyudin.

Sejak
2012, ACT setidaknya telah 6 kali mengirimkan tim kemanusiaan ke kamp
pengungsian warga Suriah, baik yang di dalam Suriah maupun di perbatasan atau
negara tetangga sekitar Suriah. Terakhir, pada 2015 lalu ACT mengirim tim dan
menyalurkan bantuan langsung di perbatasan Turki, Jordania, Libanon, serta
beberapa negara Eropa seperti Jerman dan Yunani. Di tahun 2015 juga, tim ACT
berhasil masuk ke salah satu kamp pengungsian di Provinsi Idlibs di Suriah,
tepatnya di Kamp Solahuddin.

Salah satu pengiriman
bantuan yang tuntas dilaksanakan ACT sampai menyentuh kawasan Madaya. Kasus
kelaparan akibat blokade perang yang mendera Madaya ini sempat viral di
kalangan netizen dunia beberapa bulan silam. Implementasi bantuan ACT untuk
Madaya dilakukan sejak pekan kedua Januari 2016.

Bentuk bantuan yang diberikan
oleh rakyat Indonesia melalui ACT adalah tepung, susu anak, makanan matang, dan
kayu bakar. Bentuk ini dipilih karena makanan adalah bentuk bantuan yang paling
mereka butuhkan, setelah mereka terpaksa bertahan dengan memakan apa saja yang
ada, atau sama sekali tidak makan apa-apa.

Kayu
bakar dipilih karena musim dingin yang sedang terjadi disana menambah
penderitaan mereka. Sedangkan untuk mengumpulkan kayu bakar di sekitar Madaya,
mereka terancam ranjau darat yang tersebar.

Sampai kemudian, konflik
di Aleppo meledak akhir April hampir dua pekan lalu, ACT memutuskan untuk
kembali mengirimkan tim kemanusiaan dengan berfokus pada distribusi bantuan
kemanusiaan di Aleppo.

Senior
Vice President Global Philanhropy and Communications, N. Imam Akbari
mengatakan, masyarakat dunia harusnya menjadikan keadaan penderitaan rakyat
Suriah ini menjadi satu subyek isu kemanusiaan yang paling utama. Karena
keadaan di Suriah kini menjadi problem kemanusiaan yang sangat luar biasa,
dengan jumlah korban yang begitu banyak dan kemungkinan hadirnya perdamaian
yang masih jauh dari angan.

“betapa luar biasa efek
dari peperangan ini. Banyaknya eksodus warga Suriah meninggalkan tanah air
tercintanya, merupakan pertanda bahwa keadaan di sana sudah teramat gawat. Tak
ada pilihan lain kecuali harus menyelamatkan diri, sekian lama mereka hidup
mencekam dengan tak ada jaminan hidup serta keamanan yang didapat mereka, tidak
ada stok bahan pangan, tidak ada stok air bersih!” kata Imam, salah satu saksi
mata yang sudah beberapa kali bertugas di sejumlah kawasan krisis global ini.

Kekejaman yang terjadi
di Aleppo seharusnya menjadi duka masyarakat dunia. Derita yang membuncah di
Aleppo sesungguhnya serupa dengan serangan teroris yang meneror Paris dan
Brussel beberapa hari lalu. Walau nyatanya, sampai detik ini di Indonesia,
bahkan dunia belum banyak simpati yang mengalir untuk Aleppo. Bahkan banyak
yang nampak enggan untuk sekadar mengetahui apa yang sedang terjadi di Aleppo
hari ini.

Semua bisu entah karena alasan
apa. Padahal, serangan atas fasilitas publik dan akhirnya membunuh ratusan
sampai ribuan jiwa warga sipil jelas adalah kejahatan kemanusiaan, tak peduli
siapapun yang bertanggung jawab atas serangan ini.

Tim SOS Syria-ACT VII,
mempercayakan Syuhelmaidi Syukur, Senior Vice President ACT sebagai Team
Leader, didampingi Yusnirsyah Sirin dan Andika Rachman. Pekan ini, tim akan
bertolak menunaikan bantuan untuk pengungsi dan korban serangan atas warga
Suriah.

“Kami
tidak bergerak sendiri. IHH, sebuah lembaga kemanusiaan global dari Turki,
mitra kami dalam menyampaikan bantuan kemanusiaan. IHH-pun dalam kiprah
kemanusiaannya di Indonesia, bermitra dengan ACT. Misalnya dalam penanganan
pengungsi Rohingya yang mendarat di Aceh,” kata Syuhelmaidi.

Di ranah global pun,
kata Syuhelmaidi, sejumlah sinergi dilakukan dengan apik demi menjangkau para
penyandang krisis.

Selain bermitra, di
sejumlah lokasi yang memungkinkan, lanjut Syuhelmaidi, ACT ikut menyalurkan
langsung bantuan, terutama pangan dan medis. “Aksi Tim SOS Syria VII ini Insya
Allah juga berperan menjadi penyampai info terkini dan akurat untuk mengedukasi
Indonesia dan dunia. Jangan lupakan saudara-saudara kita yang dirundung
kesulitan hidup akibat konflik Suriah,” kata Syuhelmaidi.

Sampai hari ini,
komunitas kemanusiaan internasional, termasuk Aksi Cepat Tanggap harus segera
menyusun rencana efektif untuk mendistribusikan bantuan sesegera mungkin sampai
di Aleppo. Perlu aksi nyata sebagai doa terbaik untuk Aleppo, melindungi warga
sipil Aleppo dari kekejaman rezim yang dianggap barbar. Jika tak bergerak
cepat, maka kegelapan yang membungkus Suriah akan terus berlanjut, tanpa sama
sekali muncul harapan bagi masa depan negeri Suriah.




Syria is our country and we want
to go back there. We don’t know who is right and who is wrong, but I know we
civilians are paying the price,”
 kata
Hiba, seorang pengungsi Suriah di Damaskus, Lebanon. Konflik Suriah sudah
menjejak setengah dekade. Terlepas dari siapa yang benar dan siapa yang salah,
konflik ini telah menjadi krisis kemanusiaan terburuk, dan sudah menjadi
konsekuensi logis bagi kita sebagai manusia untuk ikut peduli.




Posted

in

,

by

Tags:

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *