IslamicTunesNews | MENGUNGKAP HAKIKAT KEMATIAN


Sahabat IslamicTunesNews yang dimuliakan ALLAH SWT, ‘Kematian’… sebuah kata yang tak asing terdengar di telinga
kita. Sesuatu yang diyakini seluruh umat manusia… ialah akhir dari kehidupan
dunia. Kedatangannya tak pernah diragukan, namun sedikit sekali yang bersiap
menyambutnya. Ialah tamu yang datang tanpa permisi dan masuk rumah tanpa
basa-basi[1]. Berbagai cara ditempuh manusia demi menghindarinya. Namun… ibarat
anak panah yang melesat, ia semakin dekat dan dekat, hingga mencapai sasaran
pada waktu dan tempat yang ditentukan, tanpa meleset sedikitpun.

Tak ada seorang pun tahu kapan kematian menjemputnya… ia pun tak
tahu di belahan bumi manakah pembaringan terakhirnya. Allah berfirman yang
artinya: “Dan tiada seorang jiwa pun yang mengetahui di belahan bumi manakah ia
akan mati” (Luqman: 34). Jikalau tempatnya saja tidak diketahui, padahal
mereka-reka tempat lebih mudah dari pada waktu, maka jelaslah bahwa waktunya
lebih tersembunyi lagi.
Dialah penghancur segala kenikmatan duniawi, dan penghapus
segala kepedihannya. Andai saja mati adalah akhir dari segalanya, niscaya ia
menjadi primadona bagi setiap jiwa yang merana. Akan tetapi, tak lain ia
merupakan pintu pertama dari kehidupan selanjutnya… kesenangan tanpa batas,
atau azab yang tak kunjung lepas.
Wajarlah jika manusia membenci mati, bahkan para salaf pun
demikian. Suatu ketika, Syuraih bin Hani’ -salah seorang tabi’in- mendengar
sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu
‘alayhi wasallam bersabda: “Siapa senang berjumpa dengan Allah, maka Allah pun
senang berjumpa dengannya. Dan siapa tidak senang berjumpa dengan Allah maka
Allah pun tidak senang berjumpa dengannya”. Usai mendengarnya, ia bergegas
menemui Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha seraya mengatakan: “Wahai
Ummul Mukminin, aku mendengar sebuah hadits dari Abu Hurairah, yang jika benar
demikian berarti kita semua celaka!”

“Orang celaka ialah yang celaka karena sabda Rasulullah, ada apa
memangnya?” sahut Ummul Mukminin. Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam
bersabda: “Siapa senang berjumpa dengan Allah, maka Allah pun senang berjumpa
dengannya. Dan siapa tidak senang berjumpa dengan Allah maka Allah pun tidak
senang berjumpa dengannya, padahal tidak seorang pun dari kita melainkan benci
terhadap kematian…!” ungkap Syuraih. Maka Ummul Mukminin menjawab:“Sungguh
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam memang mengatakan seperti itu, akan
tetapi bukan seperti yang kau fahami… hal itu ialah saat mata terbelalak, dada
terasa sesak, kulit merinding dan jari-jemari kaku… saat itulah siapa yang
senang berjumpa dengan Allah, maka Allah pun senang berjumpa dengannya. Dan
siapa yang tidak senang berjumpa dengan Allah maka Allah pun tidak senang
berjumpa dengannya”.

Demikianlah gambaran singkat sakaratul maut… sesuatu yang pasti
akan kita rasakan. Saat napas tiba-tiba terasa berat… peluh membasahi sekujur
tubuh… bertaut betis kiri dan betis kanan, kemudian perlahan-lahan ruh dicabut
dari bawah ke atas. Itulah detik-detik perpisahan dengan dunia… saat
orang-orang bertakwa tersenyum melihat apa yang dijanjikan untuknya, dan para
durjana menyesali perbuatan mereka.

Riwayat-riwayat berikut mungkin bisa memberi gambaran lebih
jelas akan kedahsyatan yang dihadapi seseorang saat sakaratul maut hingga
ruhnya dicabut,
Al Imam Abu Bakar bin Abid Dunya meriwayatkan dalam kitab Al
Muhtadhirin; Tatkala ‘Amru bin Ash radhiyallahu ‘anhu sekarat, puteranya
berkata: “Wahai Ayah… dahulu engkau sering mengatakan: Andai saja aku berjumpa
dengan orang berakal tatkala ia sekarat, supaya ia ceritakan padaku apa yang
dirasakannya… Nah, sekarang engkaulah orang tersebut, maka ceritakanlah
bagaimana kematian itu?” Sang Ayah menjawab: “Wahai puteraku, demi Allah… aku
merasa seakan perutku dililit, dan aku bernafas dari lubang jarum… seakan ada
sepucuk ranting berduri yang diseret dari ujung kaki hingga kepalaku”.

Suatu ketika, Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhu bertanya
kepada Ka’ab Al Ahbar:
يَا كَعْبُ حَدِّثْنَا عَنِ الْمَوْتِ! قَالَ: نَعَمْ يَا أَمِيْرَ الْمُؤْمِنِيْنَ, غُصْنٌ كَثِيْرُ الشَّوْكِ أُدْخِلَ فِي جَوْفِ رَجُلٍ فَأَخَذَتْ كُلُّ شَوْكَةٍ بِعَرَقٍ ثُمَّ جَذَبَهُ رَجُلٌ شَدِيْدُ الجَذْبِ فَأَخَذَ مَا أَخَذَ وَأَبْقَى مَا أَبْقَى

“Hai Ka’ab, kabarkan kepada kami tentang kematian!” “Baiklah
wahai Amirul Mukminin” kata Ka’ab. “Ia laksana sepucuk ranting yang banyak
durinya, yang dimasukkan ke dalam perut seseorang. Setelah tiap durinya mengait
sebuah urat, ranting tersebut ditarik oleh orang yang amat kuat tarikannya,
hingga tercabutlah sejumlah uratnya dan tertinggal sisanya” 

Barangkali ada sementara kalangan yang sulit menerima kenyataan
ini. mereka mengatakan: “Bagaimana mungkin kematian seperti yang anda
ceritakan, sedangkan yang kami saksikan pada sebagian orang yang sekarat, kematian
tidaklah separah itu? Kami juga menyaksikan bahwa di antara mereka ada yang
sempat mengobrol, berwasiat, dan memberi kesaksian atas harta dan hutangnya,
padahal ruhnya sedang dicabut… pun demikian dia tetap melanjutkan wasiat dan
kesaksiannya tadi, sampai-sampai orang yang baru melihatnya mengira bahwa dia
tidak apa-apa dan tidak akan mati… baru setelah itu ia mati. Jelaslah ini bukan
kondisi orang yang disakiti sedemikian rupa. Seandainya ia memang disakiti
seperti itu, pasti sakitnya tercabik oleh ranting berduri tadi membuatnya tak
bisa berwasiat dan sebagainya.

Seandainya apa yang anda ceritakan tadi benar, maka kami pernah
menyaksikan sebagian orang yang ruhnya keluar demikian cepat. Hingga kalaupun
ia merasakan sakit berlipat ganda dari yang anda ceritakan, ia takkan peduli
karena hal tersebut berlangsung cepat sekali.

Memang, kematian bagi kebanyakan orang biasanya didahului oleh
sakit yang kadang menjadi luar biasa menjelang kematiannya, baru kemudian mati.
Sakit tersebut kadang dirasakan orang lain sampai yakin dirinya bakal mati
seakan melihat kematian sebelum ia mati, kemudian menghilang begitu saja tanpa
bekas, seakan dirinya tak pernah tahu menahu tentang itu…”

Jawabnya, “Anda benar… masalahnya memang seperti yang anda
katakan, dan pada sebagian orang memang disaksikan seperti itu. Memang kematian
terkadang terasa ringan dan mudah bagi sebagian orang. Namun bagi sebagian
lainnya atau bahkan bagi kebanyakan orang, ia terasa berat dan sangat
menyakitkan! Dari golongan manapun anda, baik golongan mereka yang mudah
matinya ataupun yang sulit, anda pasti merasakan salah satunya…. mau tidak mau
anda harus mengalaminya.

Lantas, apa yang menjamin bahwa anda tidak akan merasakan yang
paling pedih dan menyakitkan?? Apa yang membuat anda merasa aman dari ini
semua?? Bagaimanapun jadinya, kematian adalah hal yang tidak disukai dan
pengalaman yang amat pahit. Bahkan orang yang diperlihatkan tempat tinggalnya
di Surga, lalu dikatakan kepadanya: “Matilah, kamu akan menuju kesana”, pasti
akan ciut juga nyalinya walau memberanikan diri”.[4]

Namun, agaknya perkenalan singkat kita dengan kematian masih
terlalu dini untuk mengungkap hakikatnya. Karenanya, dalam pembahasan berikut,
kami mencoba mengumpulkan hal-hal penting yang berkaitan dengan mati, yang
dijelaskan dalam Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam,
serta ucapan para ulama.

Disalin dari http://basweidan.wordpress.com dan dipublikasikan
kembali olehhttps://salafiyunpad.wordpress.com%5D
catatan kaki::
[1] Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda: “Dawud as
adalah Nabi yang amat pencemburu. Tiap keluar rumah ia selalu mengunci pintu
agar tak seorang pun bisa menemui isterinya hingga ia kembali. Suatu ketika ia
keluar dan mengunci pagar rumahnya. Ketika isterinya datang, ia melongok ke
dalam rumah dan menjumpai seorang laki-laki di tengah rumah. Ia bertanya pada
penghuni rumah: “Dari mana orang ini masuk padahal rumahnya terkunci? Demi
Allah, kalian pasti akan dimarahi oleh Dawud”. Sesaat kemudian Dawud pun as
datang… Ia terkejut saat mendapati seorang laki-laki berdiri di tengah rumah.
“Anda Siapa?” tanyanya. “Akulah yang tak gentar terhadap raja, dan tak bisa
dihalangi oleh penjaga”jawab orang itu. Maka Dawud berkata: “Demi Allah,
berarti engkaulah malaikat maut… selamat datang perintah Allah”. Lalu ia
berjalan hingga tempat kematiannya dan wafat disana…” (HR. Ahmad no 9432. Al
Iraqi menyatakan bahwa sanad hadits ini jayyid (baik) (Takhrij Ahadiets Ihya’
Ulumiddien oleh Al Iraqi), Al Haitsami juga mengatakan bahwa semua perawinyatsiqah).

[2] HR. Muslim no: 2685.

[3] Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf-nya no
(19/484 no 36793), dan Abu Nu’aim Al Asbahani dalam Hilyatul Auliya’ 5/365.
Riwayat ini sanadnya dha’if dan termasuk kisah israiliyat, jadi boleh kita
percayai boleh juga tid


Posted

in

by

Tags:

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *