IslamicTunesNews | SEMANGAT SERUPA JUGA DIKOBARKAN PARA ULAMA-ULAMA KITA ERA PRA-KEMERDEKAAN

Menyambut
HUT Republik Indonesia

Sahabat Kaum Muslimin patut bangga memiliki
ajaran yang begitu memuliakan manusia. Islam lahir dari latar sejarah bangsa
Arab yang melanggar moralitas perikemanusiaan: fanatisme kesukuan yang parah,
pelecehan terhadap perempuan, perang saudara, perampasan hak milik orang lain,
perjudian, dan lain sebagainya. Dalam ajarannya pun, komitmen tersebut juga
sangat jelas. Allah berfirman,
 wa laqad karramnâ banî âdam (sungguh telah Kami telah muliakan manusia). Islam
juga menjamin kehidupan yang berkeadilan, aman secara jasmani dan ruhani, serta
merdeka dari belenggu penindasan. Dalam tradisi ushul fiqih, kita mengenal
prinsip-prinsip yang haram dilanggar, yakni hak hidup (hifdhun nafs),
terjaganya kehidupan agama (hifdhud din), jaminan mendayagunakan akal (hifdhul
‘aql
), jaminan kepemilikan harta (hifdhul mâl), dan terjaganya
kesucian keluarga (hifdhun nasl). Beberapa hal pokok inilah yang lazim
disebutmaqâshidus syarî‘ah
 .

Umat Islam, juga seluruh umat manusia lainnya,
masing-masing memiliki hak untuk hidup yang wajar. Sebagai implementasi dari
nilai-nilai utama tadi, mereka seyogianya mendapat keleluasaan dalam mencari
ilmu, beribadah, mengekspresikan pikiran, berkarya, dan sejenisnya. Jaminan
tersebut wajib ada selama dilaksanakan dalam kerangka kemasyarakatan yang
bertanggung jawab. Apabila kebebasan tersebut dirampas secara zalim maka
sangatlah wajar sebuah perlawanan dan pembelaan kemudian mengemuka.


أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ. الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلَّا أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ

Artinya: “Telah diizinkan (berperang) bagi
orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan
sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu. (Yang teraniaya
itu adalah) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa
alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata “Tuhan kami hanyalah
Allah”.
 

Jika kita perhatikan secara seksama, Surat
Al-Hajj ayat 39-40 ini menegaskan bahwa tiap orang memiliki hak atas kampung
halaman, rumah, tempat tinggal, tanah air yang dalam bahasa Al-Qur’an disebutdiyârihim
 (berasal dari kata dâr, rumah).
Sebab itu, tatkala mereka diusir atau dirampas hak-haknya, Allah memberi
kewenangan mereka untuk membela diri. Mengapa demikian? Karena kampung halaman
atau tanah air adalah tempat berpijak untuk melaksanakan kehidupan secara wajar
dan aman sebagai manusia yang dimuliakan di buka bumi. Tanah air adalah tempat
untuk mencari nafkah, makan, berkeluarga, menunaikan kewajiban agama,
bermasyarakat, mengembangkan pendidikan, dan seterusnya.



Begitu pula yang diteladankan Rasulullah

Begitu pula yang diteladankan Rasulullah. Nabi
Muhammad
 shallallâhu ‘alaihi
wasallam
 
bersama para sahabat
berjuang keras melindungi hak-hak mereka. Mereka berperang bukan semata hanya
untuk menyerang. Mereka berperang karena sedang diserang dan melawan kezaliman
kaum Musyrik Quraisy yang merenggut kebebasan kaum Muslim dalam bertauhid dan
hidup tanpa gangguan siapa pun. Artinya, umat Islam berperang justru karena tak
menginginkan perang itu terjadi sama sekali di muka bumi.

Semangat serupa juga dikobarkan para ulama-ulama
kita era pra-kemerdekaan Indonesia. Selama proses penjajahan Jepang dan
Belanda, penduduk pribumi tak aman dan tak nyaman di tanah air sendiri. Mereka
tersingkir dari kehidupan yang layak: susah belajar, susah makan, susah
bekerja, dan susah beribadah. Berbagai kekejaman dan kezaliman inilah mendorong
para ulama bersama umat Muslim, dan para pahlawan lain untuk mengusir kaum
kolonial. Kalau kita pernah mendengar “Resolusi Jihad” maka itu adalah salah
satu cerminan nyata dari semangat tersebut. Resolusi Jihad adalah deklarasi
perang kemerdekaan sebagai “jihad suci” yang digelorakan para kiai di Indonesia
pada 22 Oktober 1945 guna menghadang pasukan Inggris (NICA) yang hendak
menjajah Indonesia. Berkat perjuangan yang gigih, gelora keislaman yang tinggi,
serta riyadlah dan doa para ulama, serangan NICA dapat digagalkan dan bangsa
Indonesia tetap merdeka hingga kini sejak Proklamasi Kemerdekaan pada 17
Agustus 1945.

Sebagian ulama tersebut bahkan tak hanya
memimpin perlawanan, tapi juga aktif bergerilya, menyusun strategi, bahkan
perang fisik secara langsung dengan pasukan musuh. Umat Islam sadar bahwa
membela tanah air dari penindasan adalah bagian dari perjuangan Islam, yang
nilai maslahatnya akan dirasakan oleh jutaan orang. Terlebih saat Resolusi
Jihad dikumandangkan, Indonesia adalah negara yang baru dua bulan berdiri.
 

Para ulama dan cendekia Muslim sadar betul,
bahwa sebagai makhluk sosial kehadiran negara merupakan sebuah keniscayaan,
baik secara
 syar’i maupun ‘aqli, karena banyak ajaran syariat yang tak mungkin
dilaksanakan tanpa kehadiran negara. Oleh karena itu, al-Imam Hujjatul Islam
Abu Hamid al-Ghazali dalamIhyâ’ ‘Ulûmid Dîn
 mengatakan:


المُلْكُ وَالدِّيْنُ تَوْأَمَانِ فَالدِّيْنُ أَصْلٌ وَالسُّلْطَانُ حَارِسٌ وَمَا لَا أَصْلَ لَهُ فَمَهْدُوْمٌ وَمَا لَا حَارِسَ لَهُ فَضَائِعٌ

“Kekuasaan (negara) dan agama merupakan dua
saudara kembar. Agama adalah landasan, sedangkan kekuasaan adalah pemelihara.
Sesuatu tanpa landasan akan roboh. Sedangkan sesuatu tanpa pemelihara akan
lenyap.”
 


Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang kini kita diami adalah hasil
kesepakatan bangsa

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang
kini kita diami adalah hasil kesepakatan bangsa (mu’ahadah wathaniyyah),
dengan Pancasila sebagai dasar negara. Ia dibangun atas janji bersama, termasuk
di dalamnya mayoritas umat Islam. Bahkan, sebagian perumus Pancasila adalah
para tokoh dan ulama Muslim. Karena itu, sebagai penganut agama yang sangat
menghormati janji, seluruh umat Islam wajib mentaati dasar tersebut, apalagi
tak nilai-nilai di dalamnya selaras dengan substansi ajaran Islam. Rasulullah
 shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda:


المُسْلِمُوْنَ عَلىَ شُرُوْطِهِمْ


Artinya: “Kaum Muslimin itu berdasar pada
syarat-syarat (kesepakatan) mereka.” (HR Al-Baihaqi dari Abi Hurairah)

Indonesia memang bukan Negara Islam (dawlah
Islamiyyah
), akan tetapi sah menurut pandangan Islam. Demikian pula
Pancasila sebagai dasar negara, walaupun bukan selevel syari’at/agama, namun ia
tidak bertentangan, bahkan selaras dengan prinsip-prinsip Islam. Sebagai
konsekuensi sahnya NKRI, maka segenap elemen bangsa wajib mempertahankan dan
membela kedaulatannya. Pemerintah dan rakyat memiliki hak dan kewajibannya
masing-masing. Kewajiban utama pemerintah ialah mewujudkan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyatnya secara berkeadilan dan berketuhanan. Sedangkan kewajiban
rakyat ialah taat kepada pemimpin sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran
Islam.


Posted

in

by

Tags:

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *